Kamis, 07 Maret 2013

Komentar Pembaca Buku "ALLAH pun Taubat"



"Terus berkarya dan berdakwah dengan tulisan. Mencerdaskan umat dengan tulisan-tulisan yang bermutu dan berkualitas". (ustadz Yusuf Mansyur).

"Tadinya saya tdk suka dgn judul buku ini tapi setelah separuh dibaca luar biasa isinya. Kajiannya menarik sekali, hampir selesai saya membacanya padahal baru tadi pagi buku ini ada di tangan". (081369019xxx)

"Alhamdulillah saya sudah beli & baca buku ini...inspiratif, mencerahkan & memotivasi beribadah lebih baik...."(Dr.Bambang Sutiyoso, dosen Universitas Islam Indonesia, yogyakarta)

"Baru membuka-buka saja, saya sudah mendapat kesan buku ini bagus untuk dibaca dan dipahami benar isinya". (Dr. Bondan Hariono, Jakarta)

"Dengan kesederhanaannya, penulis mampu menjelaskan persoalan-persoalan yang sangat tidak sederhana. Buku ini sangat reflektif dan mencerahkan. Terus berkarya mas Farid. (Dr. Epi Syaifudin, Dosen IAIN Sultan Hasanudin Banten)

"Buku ini sangat menginspirasi, karena penulis mencoba menyegarkan pemahaman islam dengan sedikit "menyimpang" dari pemahaman umumnya, namun tetap mengutamakan rasionalitas dan argumentatif. sangat menarik untuk dibaca.(Deden Firdaus, Mahasiswa Magister Filsafat Islam, ICAS Paramadina-Jakarta)

"Sip Mantab, bagus, dengan bahasa deskripsi yang mudah dipahami. Merubah cara pandang beberapa hal yang sudah berakar di pemikiran kita selama ini. Bab yang saya paling suka "7 Kerancuan dalam memandang poligami". (Harusnya semua laki2 membaca ini)..." (Yunia Amelia, Lampung).

“Saya berterimakasih kepada penulis karena setelah membaca buku ini, gairah untuk beribadah semakin kuat, untuk menutupi dosa-dosa saya selama ini”. (Pertha Lesmana)

"Buku ini sangat luar biasa dan bisa menggetarkan hati para muslimin dan muslimah jadi kita sebagai hamba allah swt mari kita sama sama mencerahkan isi dari buku ini". (Darlin Landide, Sulawesi Tenggara)

"Alhamdulillah, bagus sekali dan banyak memberikan inspirasi dan menyegarkan iman, bahasa enak sekali seperti berbincang langsung dg penulis" (Dian Rahayuningrum, jakarta)

"Mengena sekali dan aplikatif. insya Allah akan saya sampaikan ke teman-teman". (Sulastri, Solo)

"Bukunya menarik dan gaya bahasa enak dibaca dan dicerna.. (Zulkarnain, Papua)

"Buku ini sangat menggugah kesadaran saya akan pentingnya memahami Alquran sekaligus mengamalkannya". (Muhtadin, Lampung)

"Barakallahu, selamat. Bagusnya punya ustad, berkafaah syar'i untuk rujukan & referensi". (081369319xxx)

"Alhamdulilah saya pun ikut senang membaca buku itu. Dan hati pun jadi tenang dan tentram". (Ani, Bandung)

"Buku ini membuat orang tergugah dari ketertiduranya. salam perjuangan". (Fijar Ibrahim)

“Menarik Sekali membaca buku ini. Banyak ilmu yang saya dapatkan”. (Erlina, Bekasi)

"saya akui buku ini memang luar biasa....penuh inspirarsi dan memberi pembelajaran untuk pembaca tanpa bermaksud menggurui...makasih banyak ya mas farid.."(Yulia.R.Yusuftina, Magelang)

“Bukunya LUAR BIASA!” (Muhammad Noor Indra, Jawa Barat)

"Bukunya bagus, saya sudah pesan 10 eksemplar" (Hesti, Hongkong)

"Bacanya enak, maknanya dalam tapi mudah dicerna" (Sandra.P, Lampung)

"Bukunya keren. Buat teman-teman semua : aku harap kalian baca buku "ALLAH pun TAUBAT" karya Muh.Farid ini, aku jamin, hidup kalian akan jadi lebih terarah. Amien. (Dinar Gusti Mahardika, Bondowoso, Jawa Timur)

Jumat, 27 Juli 2012

No body’s perfect

Tidak ada manusia yang terbebas dari kekurangan, tidak terkecuali pasangan kita. Bersiap-siaplah untuk mengalami kekecewaan sehingga rumah tangga kita penuh dengan air mata duka jika kita mengharap pendamping yang sempurna, tanpa kekurangan. Pengharapan kita inilah yang menjadikan pendamping kita selalu tampak penuh kekurangan meski orang-orang di sekelililng kita takjub melihat kesempurnaannya. Sebaliknya, pasangan kita akan senantiasa tampak sempurna apabila kita merelakan hati untuk menerima kekurangan. Satu-satunya cara untuk mendapatkan pendamping yang benar-benar sempurna adalah menerima dia apa adanya.

Menerima pendamping kita apa adanya dengan tidak berharap terlalu banyak, merupakan bekal untuk mencapai kemesraan rumah tangga dan kebahagiaan di akherat. Ini bukan berarti kita tidak boleh mempunyai keinginan untuk memperbaiki kehidupan kita, rumah tangga kita, serta pasangan kita. Akan tetapi, semakin besar harapan kita dalam pernikahan, semakin sulit kita mencapai kebahagiaan dan kemesraan. Sebaliknya, semakin tinggi komitmen pernikahan kita, akan semakin lebar jalan yang terbentang untuk memperoleh kebahagiaan dan kepuasan. Keluh kesah kita terhadap pasangan akan sedikit.

Apa yang membedakan antara harapan terhadap perkawinan dengan komitmen perkawinan? Harapan terhadap perkawinan menunjukkan apa yang ingin kita dapatkan dalam perkawinan. Bila kita memiliki harapan perkawinan yang sangat besar, sulit bagi kita untuk menerima dia apa adanya. Kita akan selalu melihat dia penuh kekurangan. Jika kita menikah karena terpesona oleh kecantikannya, kita akan segera kehilangan kemesraan sehingga tidak bisa berlemah lembut terhadap istri begitu kita mendapati bahwa istri kita sudah tidak memikat lagi. Betapa cepat berlalu dan betapa besar nestapa yang harus ditanggung. Sementara itu, komitmen perkawinan lebih menunjukkan rumah tangga seperti apa yang ingin kita bangun. Kalau boleh memilih, tentu kita mendambakan pasangan yang paling sempurna. Akan tetapi, jika ia memiliki banyak kekurangan, komitmen yang besar diatas pijakan yang kokoh akan membuat kita memiliki kekuatan untuk memperbaiki.

Sebaik apapun pasangan kita, bila ia selalu kita bandingkan dengan harapan sebelum dan sesudah menikah, ia tidak akan pernah mencapai keutamaan sedikitpun. Selalu saja ada yang membuat kita mengeluh dan kecewa sehingga akhirnya dapat membuat kita putus asa. Sebabnya bukan karena dia tidak memiliki keutamaan dan kesempurnaan. Bisa jadi, orang lain memandangnya dengan iri sambil diam-diam berdoa agar mendapatkan pasangan seperti dia. Akan tetapi, jika hati kita keruh dan jiwa kita keras, tidak ada lagi  yang dapat membuahkan rasa syukur di hati kita.

Bila kita menuntut kesempurnaan – bukannya menguatkan komitmen untuk mencapai kesempurnaan – jiwa kita akan selalu gelisah. Apapun yang dilakukannya selalu tampak kurang dan penuh cacat., sekalipun orang berdecak kagum melihatnya begitu hebat. Ibarat minum air laut, semakin banyak kita meminumnya, semakin kita kehausan. Seperti itu pula jika rumah tangga ditegakkan dengan tuntutan agar pasangan kita sempurna. Semakin lama kita hidup bersamanya, semakin besar kekecewaan kita.

Jika kita mengalami lonjakan kekecewaan, masalah kecil saja dapat menggoncangkan rumah tangga. Semuanya bermula dari tuntutan kita agar pasangan kita sempurna, meski kita tak merasa menuntut. Tuntutan inilah yang menyebabkan kita kurang mampu merasakan kebaikan meskipun ia sangat baik. Tuntutan pula yang menyebabkan kita kurang bisa menerima dengan lapang dada meskipun ia begitu setia dan penuh perhatian. Sementara itu, penerimaan yang tulus disertai dengan komitmen yang kuat, akan melahirkan kehendak untuk memperbaiki.

No body’s perfect. Tak ada manusia yang sempurna. Akan tetapi, sangat banyak kekurangan yang bisa diperbaiki bersama apabila kita memiliki komitmen yang kuat, kesediaan untuk menerima apa adanya, termasuk mengikhlaskan hati untuk menerima kekurangannya. Kerelaan untuk menerima kekurangan, membuat kita lebih mudah menyukuri kekurangan. Lalu bagaimana caranya memperbaiki kekurangan? Mungkin bukunya Mohammad Fuazil Adhim yang berjudul Agar cinta bersemi indah dapat membantu.

Jika penerimaan yang tulus dan apa adanya akan membuat kita lebih bahagia, pengharapan yang terlalu besar akan membuat kita menuai kekecewaan demi kekecewaan. Pengharapan melahirkan tuntutan-tuntutan di satu sisi dan hambatan untuk bisa merasakan kebaikan di sisi lainnya. Sementara itu, tuntutan akan menjadi beban bagi jiwa kita. Tuntutan menghambat langkah kita dalam memperbaiki diri.

Alhasil, jika engkau menemukan kekurangan pada suami atau istrimu, janganlah engkau mengingat-ingatnya. Ketauhilah kekurangan itu dalam rangka memahami sehingga dapat berlaku baik pada pendamping hidupmu. Jangan pula engkau sibuk menyebut-nyebutnya dengan harapan agar ia segera memperbaiki diri, sebab menyebut-nyebut keburukan dan kekurangan tidak akan memperbaiki masalah. Justru, ia akan semakin sulit untuk dibenahi. Jika engkau sibuk berkeluh kesah terhadap kekurangan yang ada pada pendampingmu, dengan tidak mensyukuri kebaikannya, ia akan terhambat  dan terbebani. Keluh kesah yang sering diperdengarkan, membuat orang mudah putus asa dalam menempuh jalan kebaikan.

Kita sendiri punya kekurangan, kenapa kita sibuk menuntut pasangan kita untuk sempurna? Ada amanat yang diemban bersama ketika menikah. Ada ruang untuk saling memperbaiki. Bukan saling mengeluhkan dan menyebut-nyebut kekurangannya.

Terimalah ia apa adanya. Terimalah kekurangannya dengan keikhlasan hati maka akan engkau temukan cinta yang bersemi indah. Sesudahnya, ada perbaikan yang bisa kita lakukan bersama. Bukan tuntutan untuk sempurna.

Wasalam..

Kamis, 10 Februari 2011

Resensi Buku : ALLAH pun TAUBAT



Judul : ALLAH pun TAUBAT
Penulis : Muhammad Farid
Penerbit: CV Anugerah
Tebal : 220 + vi halaman
harga : Rp. 60.000,-

Kehadiran buku ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas semakin ditinggalkannya Alquran sebagai referensi atau pedoman dalam kehidupan umat islam. Banyak cendekiawan muslim atau ulama yang lebih senang mengambil referensi dari kitab-kitab lainnya ketimbang Alquran. Akibatnya, tanpa disadari, kita telah disesatkan oleh kitab-kitab tersebut. Sudah saatnya kita kembali kepada Alquran. Sebab, jika kita tidak kembali pada Alquran, setan akan senantiasa menyertai kita.

Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Alquran), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Q.S. Az Zukhruf [43]: 36)

Di buku ini, anda akan menemukan banyak sekali koreksi atas pemahaman yang telah berkembang luas di kalangan umat islam. Melalui buku ini, penulis ingin meluruskan pemahaman tersebut agar selaras dengan petunjuk yang ada dalam Alquran dan Hadis Nabi.

1. Kiat-Kiat Memahami Alquran
Bab ini menuturkan kiat-kiat atau tata krama memahami Alquran sehingga ALLAH menurunkan ilmu-Nya kepada kita.

2. Kiat Masuk Surga tanpa Mampir di Neraka
Bab ini menjelaskan kiat langsung masuk surga secara praktis, sederhana dan logis berdasarkan ayat-ayat Alquran.

3. Kematian itu Indah
Bab ini akan menggugah kesadaran kita bahwa kematian bukanlah suatu hal yang harus ditakuti. Justru kita harus menyikapi kematian sebagai sebuah pintu gerbang yang akan mengantarkannya pada sang kekasih ALLAH swt dan surga yang dirindukannya selama ini.

4. Berislam, tetapi kekal di Neraka
Barangsiapa yang banyak berbuat dosa, dimana dosanya lebih banyak dari kebaikannya, maka dia akan kekal di neraka dan tidak bisa keluar dari sana untuk selama-lamanya. (QS.2:80-81, 23:103)

5. Hidup itu Indah
Bab ini menggambarkan pribadi yang telah diselimuti kasih sayang dari ALLAH swt. Sehingga kejadian apapun yang menimpanya tidak akan membuatnya bersedih hati. Dia tidak pernah khawatir (stress) karena keyakinannya bahwa ALLAH beserta dia dimana saja dia berada.

6. Korupsi dan Zina Tidak Diampuni Allah.
Selama ini dosa syirik hanya dikaitkan dengan jin, dukun, ramalan. Padahal menurut Alquran syirik tidak hanya sebatas itu. Bab ini menerangkan hakekat syirik yang sesungguhnya.

7. Maksiat yang Mengantarkan ke Surga dan Ibadah yang Menjerumuskan ke Neraka
Maksiat seperti apa yg bisa mengantarkan ke surga? Dan bagaimana ibadah yang bisa menjerumuskan ke neraka?

8. Allah pun Taubat
Banyak orang menyangka, istilah ALLAH pun taubat hanya sebuah judul yang mengada-ada untuk menarik perhatian belaka. Padahal istilah “ALLAH tauba”t memang benar-benar ada dalam Alquran.

9. Tiga Keanehan Jilbab
Ternyata di Alquran disebutkan, ibu-ibu yang sudah berhenti haid dan tidak ingin menikah lagi, tidak wajib lagi berjilbab (QS.24:60).

10. Nabi Ibrahim pun “Kafir”
Nabi Ibrahim pun kafir kepada sesembahan selain Allah. Bab ini menerangkan dengan terang benderang istilah kafir dalam Alquran agar kita tidak mudah mengkafirkan orang lain.

11. Tujuh Kerancuan dalam Memandang Poligami
Bagaimana kita menyikapi poligami? Temukan jawabannya dalam bab ini.

12. Cara Nabi Muhammad Menghadapi Penghinaan
Bab ini akan menguraikan bagaimana seharusnya sikap kita terhadap orang yang menghina Nabi Muhammad menurut Alquran.

13. Rahasia Jepang, China, Zulkarnain, Ya'juj, dan Ma'juj dalam Alquran
Di bab ini anda akan menemukan bukti yang membangun tembok China pertamakali adalah orang islam. Selain itu dijelaskan pula siapa sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj yang ternyata sudah muncul dan bahkan pernah menguasai dunia. Dan ternyata negeri Jepang juga disebutkan dalam Alquran.

14. Mukjizat Alquran
Bab ini menerangkan empat mukjizat Alquran yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern di abad ini. Sebuah bukti kebenaran firman ALLAH yang akan menguatkan keimanan kita dan menarik perhatian orang-orang yang belum beriman kepada Alquran.

Secara keseluruhan, buku ini akan membongkar pemahaman yang mengakar di benak kita selama ini. Agar pembaca mendapat manfaat dari buku ini, maka seluruh keuntungan dari penjualan buku akan di infakkan kapada yang berhak menerimanya (fakir miskin, anak yatim dll), kecuali sekedar kebutuhan penulis dan penerbit.

ALLAH pun TAUBAT

Kita sering mengartikan istilah taubat dengan memohon ampun. Karena itu, ketika membaca judul buku saya “ALLAH pun TAUBAT”, sahabat2 pasti bertanya-tanya, bagaimana mungkin Allah memohon ampun. Mari kita kembali ke pengertian yang sesungguhnya menurut Alquran. Taubat berbeda dengan mohon ampun, seperti yang Allah tegaskan dalam Alquran,

Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih”. (QS.11:90).

Ayat yang memisahkan antara memohon ampun dan bertaubat juga bisa kita dapatkan di QS.5:74, 11:3, 11:61.

Kata taubat berasal dari bahasa Arab. Menurut kamus bahasa arab, taubat berasal dari kata taaba - yatuubu - taubatan yang artinya kembali.

Ketika kita belum mengenal dosa, kita dekat dengan Allah. Tapi setelah kita berbuat dosa, kita pun menjauhi Allah dan mendekati setan. Sehingga Allah pun menjauhi kita dan mendekati hukuman atau konsekuensi atas perbuatan dosa kita. Akibatnya kita dan Allah saling berjauhan.

Setelah kita berbuat dosa, pasti akan menemukan akibat atau konsekuensi atas perbuatan dosa kita yang memang sengaja Allah berikan agar kita kembali (taubat) kepada-Nya. Ada empat tahapan taubat :

Tahap pertama adalah tahapan awal dimana kita ingat kepada Allah. ketika musibah dan kesulitan datang, kita tergerak untuk mengadu dan berdoa kepada Allah.  Nah, ingatnya kita kepada Allah sudah dikatakan taubat (QS.13:27-28). Namun pada saat itu baru hati kita yang taubat (kembali) kepada Allah (QS.66:4) sehingga kita belum disebut taubat (kembali) dengan seutuhnya (sebenarnya). Ingatnya kita kepada Allah baru merupakan awal dari taubat kita yang sebenarnya.

Tahap kedua adalah tahap dimana Allah menerima taubat kita. Jika kita orang yang beriman kepada Allah, maka Allah akan menerima taubat (kembalinya) kita. Itulah tahap dimana “Allah menerima taubat”.

Tandanya Allah “menerima taubat” kita adalah Pertama : Allah akan menunjukkan jalan kembali (pulang) kepada kita.

"Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada Nya" (QS.Ar Ra’du 13:27)

...Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS.Asy Syuura 42:13)

Bentuknya bisa mempertemukan kita dengan orang-orang yang shaleh atau buku-buku yang baik yang bisa menuntun kita kembali kepada Allah. Tanda kedua, Allah menurunkan ketenangan dalam hati kita. Setelah kita bersimpuh memohon ampun di hadapan Allah biasanya akan turun ketenangan dalam hati kita. Itulah tanda Allah telah menerima taubat kita.

Tapi apakah cukup sampai di sini, sampai Allah menerima taubat kita? Belum, masih ada dua tahapan lagi yang harus di lalui. Seperti dijelaskan di atas, tahap awal adalah kita ingat kepada Allah, tahap kedua adalah Allah menerima taubat kita yaitu dengan menurunkan ketenangan dan menunjukkan jalan taubat (kembali).

Tahapan ketiga, adalah tahapan yang sebenarnya dimana kita menempuh jalan kembali kepada Allah yaitu dengan BERBUAT BAIK. Setelah kita berbuat baik menurut petunjuk Allah maka itulah yang disebut taubat yang sebenarnya (seutuhnya). Bukan hanya hati atau lisan saja tapi sudah diaplikasikan dalam bentuk perbuatan.

Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya”. (QS.25:71)

Inilah tahapan taubat yang paling penting yang tidak saya dapatkan di buku-buku manapun. Selama ini saya hanya tahu sampai di tahapan ke dua yaitu syarat Allah menerima taubat yaitu menyesal, memohon ampun dan berjanji tidak akan mengulangi.

Lalu apa yang terjadi setelah kita melewati tahap ke tiga yaitu berbuat baik menurut petunjuk Allah? Kita masuk ke tahap terakhir yaitu tahap dimana Allah pun “bergerak” kembali (taubat) kepada kita. Itulah yang disebut Allah pun taubat (kembali) kepada kita. Saya mencatat ada 26 ayat yang menuliskan kata “Allah taubat kepada manusia”. Salah satunya adalah :

"Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah kembali kepadanya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS.Al Maidah 5:39)

Di terjemahan umumnya kita akan mendapatkan terjemahan yang digaris bawahi sebagai berikut : “maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya”. Sebenarnya yang paling tepat menurut kaidah bahasa arab adalah : “maka sesungguhnya Allah kembali kepadanya”.

Jika anda membacanya dalam teks aslinya (bahasa arab) maka tertulis “Allah yatubu alaihi. artinya "Allah kembali kepadanya" bukan “Allah menerima taubat darinya” karena di teks aslinya tidak ada tulisan “yakbalu (menerima)”.

Tetapi, ada 4 ayat lain yang tertulis “Allah menerima taubat dari hamba-Nya”. Seperti telah diterangkan sebelumnya, ada perbedaan istilah antara “Allah taubat (kembali) kepada hamba-Nya” dengan “Allah menerima taubat dari hamba-Nya”.

Banyak yang bertanya, kalau manusia taubat (kembali) dari perbuatan dosa maka Allah taubat (kembali) dari apa? Untuk menjawab pertanyaan ini saya ingin sedikit me-review, Pada mulanya ketika kita berbuat dosa, kita menjauhi Allah dan mendekati setan, maka Allah pun menjauhi kita dan mendekati konsekuensi atau hukuman yang akan diberikan kepada kita.

Setelah kita berbuat baik, maka kita pun kembali (taubat) kepada Allah dengan taubat yang seutuhnya (sebenarnya) dan meninggalkan setan. Maka Allah pun taubat (kembali) kepada kita dan meninggalkan hukuman yang Allah berikan kepada kita. Karena taubat kita, Allah tidak jadi meneruskan hukuman tersebut.

Jadi kalau kita kembali (taubat) kepada Allah dari perbuatan dosa, maka Allah kembali (taubat) kepada kita dari menjatuhkan hukuman-Nya atas kita. Ada perbedaan antara taubatnya (kembalinya) manusia dengan taubat (kembali) nya Allah SWT. Bedanya manusia taubat (kembali) kepada Allah dengan memohon ampunan dan kasih sayang sedangkan Allah taubat (kembali) kepada manusia dengan membawa (memberi) ampunan dan kasih sayang.

Perumpamaannya taubat kita kepada Allah seperti seorang anak yang kabur dari rumah. Setelah kita ketemu masalah baru kita ingat kepada orang tua. Itulah yang disebut awal dari kembalinya kita. Namun belum disebut kembali yang sebenarnya karena badannya belum beranjak pulang. Kita pun kemudian menelpon orang tua. Mendengar suara anaknya yang memohon maaf ingin kembali, orang tua merasa iba. Mereka pun menerima permohonan maaf kita.

Karena saking senangnya orang tua mendengar anaknya kembali tidak peduli sebesar apapun masalahnya dahulu, orang tua bahkan memberikan petunjuk atau bantuan untuk bisa pulang. Setelah si anak beranjak pulang ke rumah, barulah disebut kembali yang sebenarnya. Sehingga orang tua pun menyongsong anaknya yang kembali ke pangkuan orang tuanya dengan penuh kasih sayang.

Itulah tahapan taubat yang saya fahami di Alquran. Judul buku “ALLAH pun TAUBAT” berasal dari tulisan 3 orang profesor ahli bahasa arab yaitu Prof.Dr. Quraish Shihab (mantan ketua MUI), Prof.Dr.Jalaludin Rahmat (Pakar komunikasi) dan Prof.Dr. Ahmad Thib Raya (Pembantu Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Dalam hadisnya, kita sering mendengar hadis Nabi Muhammad yang sangat terkenal, yang inti hadis tersebut adalah jika kita kembali kepada Allah sehasta (selangkah) maka Allah akan kembali kepada kita seribu hasta, jika kita kembali kepada Allah berjalan maka Allah kembali kepada kita berlari. Tidak mungkin Allah berlari-lari. Karena itu, hadis tersebut adalah sebuah perumpamaan yang menggambarkan bagaimana proses Allah kembali kepada kita.

Kita tidak akan bisa menerima penjelasan ini kalau dalam otak dan hati kita masih ada penghalang. Penghalangnya adalah persepsi kita selama ini bahwa taubat itu sama artinya dengan menyesal memohon ampun.
  
Tidak mungkin Allah memohon ampun, Maha Suci Allah dari sifat kesalahan. Maha suci Allah dari apa yang kita sifatkan. Yang benar adalah Allah kembali (bahasa arabnya : taubat) kepada kita dengan membawa setumpuk ampunan dan kasih sayang dari (meninggalkan) hukuman yang Allah ancamkan kepada kita. (Disarikan dari buku Allah pun Taubat)
  
Jika pembaca ingin mengetahui lebih dalam dan ingin berdiskusi, bisa menghubungi penulis di nomor : 081806200078 / 08117200078. Gratis tanpa mengharap imbalan kecuali sekedar mengharap rido Allah SWT. Semoga kita bisa saling menasehati dengan hak (Alquran) dan dengan kesabaran. (QS.103:3).

Ber-Islam tapi KEKAL di NERAKA


Dalam tulisan sebelumnya telah dijelaskan kita bisa langsung masuk surga tanpa lewat neraka jika kita beriman dan beramal saleh. Syaratnya, kebaikan kita harus lebih banyak dari keburukan. Lalu, bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya, keburukan kita lebih banyak dari amal kebaikan? Mari kita simak ayat berikut:

(8). Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya.(9). Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. (Q.S. Al Qaari’ah [101]: 8-9)

Allah menegaskan kembali dalam Q.S. Al-A’raf:

Dan barang siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami.” (Q.S.Al-A’raf [7]: 9)

Yang paling mengerikan adalah ayat berikut ini,

Dan barang siapa yang ringan timbangan (kebaikannya), maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam.” (Q.S. Al-Mukminuun [23] : 103)

Ayat tersebut ditujukan kepada kita. Sehingga, yang dimaksud dengan “mereka” pada ayat di atas adalah orang yang banyak berbuat keburukan atau dikuasai oleh kejahatan. Orang yang telah dikuasai oleh kejahatan akan kekal di neraka. Artinya, dia akan tinggal selamanya (abadi) dan tidak bisa keluar dari neraka. Seperti yang telah Allah tegaskan dalam Alquran:

(14). Dan sesungguhnya orang-orang yang banyak berbuat jahat (al-fujjar atau durhaka) benar-benar berada dalam neraka. (15). Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. (16). Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu. (Q.S. Al Infithaar [82]: 14-16)

Al-fujjar merupakan julukan kepada orang yang banyak berbuat kemaksiatan (kejahatan). Lawan katanya adalah al-abror, yaitu orang yang banyak berbuat kebaikan.

Jadi jelas, bagi kita yang banyak melakukan perbuatan dosa melebihi kebaikan yang dilakukan, tempat kembalinya adalah neraka. Ironisnya, kita tidak akan bisa keluar dari sana alias kekal selama-lamanya. Lantas, apa gunanya kita hidup di dunia ini jika pada akhirnya kita harus menanggung siksa neraka selama-lamanya? Karena itu perbanyaklah perbuatan baik agar kita memeperoleh kebahagiaan di dunia dan akherat.

Mengapa orang yang ringan timbangan kebaikannya kekal di neraka dan tidak bisa keluar dari sana selama-lamanya? Bukankah dia masih memiliki timbangan kebaikan? Bukankah Allah akan memperhitungkan setiap amal kebaikan kita walaupun sekecil biji zarah? Jawabannya ada pada Alquran

... Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Q.S. Huud [11]: 114)

Menurut ayat di atas, amal kebaikan kita bisa dipakai untuk menghapus keburukan yang kita perbuat. Jika kebaikan kita sangat sedikit, maka kebaikan kita tidak cukup untuk menghapus seluruh keburukan. Akibatnya, kebaikan kita habis untuk menghapus keburukan. Yang tersisa ialah keburukan. Itulah yang disebut dengan orang yang merugi.

Dalam perdagangan, orang yang rugi ialah mereka yang pemasukannya lebih sedikit dari pengeluaran. Dalam bahasan kita kali ini, orang yang rugi ialah mereka yang kebaikannya lebih sedikit daripada keburukannya. Jika tidak ada yang tersisa kecuali keburukan, wajar jika ia tidak bisa masuk surga. Dia kekal di neraka dan tidak bisa keluar dari dalamnya.

Hitungan sederhananya adalah sebagai berikut. Misalnya pahala kebaikan kita berjumlah 30 dan dosa kita berjumlah 90. Itu artinya timbangan kebaikan kita lebih ringan dari keburukan. Lalu apa yang akan terjadi? Seperti yang telah disebutkan dalam Q.S. 11 :114, amal kebaikan akan menghapus dosa. Jika keburukan 90 dikurangi pahala 30, akan tersisa keburukan 60. Sedangkan pahala atau kebaikan kita telah habis untuk menutupi dosa-dosa kita. Dengan demikian, Allah masih memperhitungkan amal kebaikan kita.

Siksaan bagi seseorang yang memiliki sisa keburukan 60, tentu akan berbeda dengan seseorang yang memiliki sisa keburukan 6 juta. tentu saja hitungan tersebut hanya adalah perumpamaan.

(162). Apakah orang yang mengikuti kerida-an Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan dari Allah dan tempatnya adalah (neraka) Jahanam? Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (163). (Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (Q.S. Ali Imran [3]: 162-163)

Meskipun demikian, sekecil apa pun sisa dosa mereka, tetap saja siksaan neraka tidak ada yang ringan. Menurut sebuah hadis Nabi yang pernah saya dengar, orang yang paling ringan siksaannya di neraka ialah orang yang kakinya dipanggang sehingga otaknya meletup karena mendidih. Di atas semua itu, yang lebih mengerikan ialah kita tidak bisa keluar dari neraka itu buat selama-lamanya.

Dalam Alquran surat 23 ayat 103, Allah menyatakan jika kebaikan kita sedikit, kita termasuk orang-orang yang merugi (bangkrut) karena kebaikan kita tidak mencukupi untuk menutupi keburukan (dosa) yang kita kerjakan. Jadilah kita sekarang tidak mempunyai sisa pahala kebaikan sedikit pun dan akan menghadap Allah dalam keadaan membawa sisa dosa dan disebut sebagai orang yang berdosa.

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa kekal di dalam azab neraka Jahanam.” (Q.S. Az-Zukhruf [43]: 74)

Kita semua pasti mempunyai dosa, lalu apakah dengan begitu kita akan kekal di neraka? Lalu siapakah yang dimaksud sebagai orang yang berdosa sehingga kekal di neraka tersebut? Ayat ini dijelaskan oleh ayat lainnya,

Sesungguhnya barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahanam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.” (Q.S. Thahaa [20]: 74)

Jadi yang dimaksud orang yang berdosa dan kekal di neraka adalah orang yang datang kepada Allah dengan membawa sisa dosa seperti yang telah disebutkan dalam Surat Almukminuun ayat 103 dan Ali Imran ayat 162-163.

Pemahaman ini sangat penting diketahui oleh umat Islam agar mereka tidak mudah berbuat dosa karena merasa telah mendapat jaminan surga. Saya pernah bertanya kepada salah seorang teman mengapa ia begitu mudahnya berbuat maksiat. Apakah ia tidak takut neraka? Ia menjawab, “Yang penting kita tetap beragama Islam. Orang Islam kan dijamin masuk surga walau harus mampir ke neraka dahulu untuk membersihkan dosa-dosa. Kita bukan nabi jadi tidak lepas dari dosa. Akan tetapi kita tidak selamanya di neraka. Sebesar apa pun dosa, pada akhirnya kita pasti akan diangkat ke surga.”

Rupanya dia merasa mau tidak mau pasti mampir dahulu ke neraka untuk membersihkan dosa-dosanya dan kemudian diangkat ke surga yang kekal. Akibatnya neraka menjadi sesuatu hal yang biasa. Banyak di antara umat Islam yang mempunyai keyakinan pasti masuk neraka karena sebagai manusia biasa tidak akan bisa luput dari dosa. Namun, sebesar apa pun dosanya, mereka juga yakin pada akhirnya akan masuk surga juga asalkan tetap beragama Islam. Pemahaman inilah yang menyebabkan mereka tidak takut lagi pada neraka dan karena itu tidak takut berbuat maksiat. Pokoknya yang penting tetap beragama Islam.

Jika hanya mengucapkan tiada Tuhan selain Allah lantas masuk surga, tentu Fir’aun juga masuk surga karena sebelum matinya ia sempat mengucapkan syahadat. Seperti yang tertera dalam Alquran,

Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka). Hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: ‘Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang Islam.” (Q.S. Yunus [10]: 90)

Jadi, menurut Alquran, seseorang masuk surga bukan karena mengucapkan tiada Tuhan selain Allah semata, melainkan mesti dibuktikan dengan keteguhan (istikamah) dalam menghadapi berbagai cobaan atau ujian dari Allah swt.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Kapankah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Q.S.Al-Baqarah [2]: 214)

Ucapan Fir’aun yang mengakui tiada Tuhan selain Allah tidak diterima karena ia tidak mempunyai waktu lagi untuk membuktikan keimanannya.

Jadi, jelas, mengucap syahadat saja tidak cukup untuk meraih surga. Selama ini saya pun terkadang ringan melakukan dosa karena merasa telah menggenggam jaminan surga walau harus membersihkan dosa terlebih dahulu di neraka. Kini saya sadari bahwa itu keliru. Ternyata pemahaman seperti itu pernah muncul pada jaman Nabi Muhammad saw., tapi dibantah oleh Allah melalui firman-Nya dalam Alquran.

(80). Dan mereka berkata,’”Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja”.’Katakanlah, “Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (81). (Bukan demikian), yang benar: Barang siapa berbuat dosa & ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 80-81)

Bagi kita yang sudah terlalu banyak berbuat dosa, jangan putus harapan. Selagi nafas masih dikandung badan, Allah menyediakan dua fasilitas berupa maghfirah (ampunan) yang besar dan kaffarah (tutupan) yg akan menghapus seluruh dosa-dosa kita, tidak peduli sebesar apa dosa itu. Syaratnya hanya dua: memohon ampun dan bertaubat. Kita tidak cukup hanya memohon ampun, tetapi mesti bertaubat. Ada perbedaan antara mohon ampun dengan taubat. Untuk lebih jelasnya, silakan baca buku saya yang berjudul Allah pun Taubat.

Mari kita pergunakan kesempatan yang masih tersisa ini. Jangan menunda taubat karena kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput. Jika malaikat maut datang menjemput sementara kita belum sempat bertaubat, yg tersisa ialah penyesalan. Sebuah penyesalan yg sangat besar karena kita akan memasuki api neraka untuk selama-lamanya.

(dikutip dari buku ALLAH pun TAUBAT)

Kiat Masuk Surga Tanpa Mampir di Neraka


Ada sebuah kabar gembira dari Allah swt. yg harus saya sampaikan. Kabar gembira tersebut adalah:

Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka dia berada dalam kehidupan yang diridai.” (Q.S. Al Qoriah: 6-7)

Di manakah kehidupan yang diridai tersebut? Dalam Alquran diterangkan bahwa kehidupan yang diridai adalah surga.

(21). Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai. (22). Dalam surga yang tinggi. (Q.S. Al-Haqqah [69]: 21-22)

Kemudian Allah mengulangi kembali pesan atau kabar gembira ini.

Timbangan pada hari itu ialah kebenaran. Maka barang siapa berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 8)

Sedemikian pentingnya pesan ini hingga Allah swt. mengulanginya sebanyak 3 kali.

Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Mukminun [23]: 102)

Lebih jelasnya, dalam Surat Al-Mujaadilah (58) ayat 22, Allah menyediakan surga bagi orang-orang yang diridai-Nya sehingga mereka termasuk golongan orang-orang yang beruntung.

“...Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa rida terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itu adalah golongan yang beruntung.” (Al-Mujaadilah [58]: 22)

Dalam perdagangan, orang yang beruntung ialah mereka yang pemasukannya lebih banyak dari pengeluaran. Dalam bahasan kita kali ini, orang yang beruntung ialah orang yang lebih banyak kebaikan daripada keburukannya. Jika seseorang harus masuk ke neraka dulu untuk membakar dosa-dosanya, tentu ia tidak bisa dikatakan sebagai orang yang diridai Allah dan beruntung.

Jadi, kabar gembiranya ialah ternyata tidak hanya para nabi yang bisa langsung masuk surga. Kita pun bisa langsung masuk surga tanpa harus mampir ke neraka asalkan kebaikan (pahala) lebih banyak dari keburukan (dosa).

Namun, kemudian muncul sebuah pertanyaan, bukankah orang yang berat timbangan kebaikannya tetap saja masih mempunyai dosa yang harus dipertanggung-jawabkan walaupun sedikit? Jawabannya ada pada Alquran,

(Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan. Itulah hari ditampakkan kesalahan-kesalahan. Dan barang siapa yg beriman kepada Allah dan beramal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.S. At Taghabun [64]: 9)

Allah akan menutupi kesalahan-kesalahan kita karena keimanan serta amal saleh yang kita kerjakan. Jadi, bukan dimasukkan ke neraka dahulu untuk membersihkan dosa-dosa baru kemudian masuk surga. Semua orang mempunyai kesalahan tetapi orang yang beriman dan beramal saleh tidak akan diseret ke neraka karena mereka telah dibersihkan dari dosa.

"Maka mereka mendustakannya, karena itu mereka akan diseret (ke neraka). Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa)." (Q.S. As Shaffat [37]: 127-128)

Menurut ayat tersebut, dosa tidak dibersihkan di neraka. Orang yang beranggapan bahwa semua orang akan masuk neraka untuk membersihkan dan mempertanggungjawabkan dosanya, mendasarkan pendapatnya pada Alquran surat Maryam,

Dan tidak ada seorang pun dari kamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Q.S. Maryam [19]: 71)

Padahal jika mereka teliti, ada pengecualian di ayat berikutnya yaitu ayat 72,

Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (Q.S.Maryam [19]: 72)

Yang dimaksud “kamu” pada Surat Maryam ayat 71 bukan semua manusia karena ada pengecualian bagi orang-orang yang dibersihkan Allah. Penjelasan ayat tersebut ada di ayat lainnya,

" Sesungguhnya kamu pasti akan merasakan azab yang pedih. Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan, Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu,Yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan,Di dalam surga-surga yang penuh kenikmatan." (Q.S.Ash Shaffaat [37]: 38-43)

Jadi, dosa tidak dibersihkan di neraka. Lalu, dengan apa Allah membersihkan kita dari dosa? Allah akan menghapus dosa dengan kebaikan yang pernah kita kerjakan asalkan kebaikan lebih banyak dari keburukan sehingga mencukupi untuk menghapus semua dosa tersebut.

“....Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Q.S. Huud [11]: 114)

Misalnya kita mempunyai timbangan kebaikan 70 dan timbangan keburukan 20. Maka, keburukan kita akan dihapus oleh kebaikan yang kita miliki. Dosa 20 dikurangi pahala 70. Hasilnya tidak ada lagi sisa dosa, sedangkan sisa pahala tinggal 50. Jadilah kita sekarang bersih dari dosa dan masih memiliki tabungan 50 kebaikan. Dengan begitu wajarlah jika kita bisa langsung masuk surga tanpa harus terjerumus ke neraka karena kita tidak memiliki sisa keburukan sedikit pun.

Kenikmatan surga bagi orang yang punya sisa pahala 50 akan berbeda dengan seseorang yang mempunyai sisa pahala 5.000. Bisa jadi mereka tinggal di surga yang sama, namun rasa atau kenikmatannya berbeda-beda. Seperti halnya kita tinggal di bumi yang sama namun masing-masing merasakan kenikmatan yang berbeda-beda.

Di sebuah rumah makan, beberapa orang menyantap hidangan yang sama tetapi setiap orang merasakan kenikmatan yang berbeda. Ada yang kepedasan, keasinan dan ada pula yang kemanisan. Ada orang yang tinggal di rumah mewah tapi tidak bahagia karena tidak bersyukur. Namun, ada orang yang tinggal di rumah yang sederhana dan bahagia karena pandai bersyukur. Setiap orang mempunyai derajat yang berbeda-beda di dunia dan akhirat sesuai dengan amal salehnya.

Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (sesuai) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (Al-An’am [6]: 132)

Allah telah menyediakan empat surga bukan tujuh seperti yang kita pahami selama ini.

(46). Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.
(62). Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi. (Q.S. Ar Rahman [55]: 46 dan 62)

Ada yang bertanya, bagaimana jika timbangannya seimbang? Kebaikan dan keburukannya sama banyaknya. Jawabnya, Allah tidak akan memungkinkannya karena tidak ada keterangan dalam Alquran dan Hadis. Selain itu, dari berjuta kejadian yang kita alami dari lahir hingga meninggal dunia, kecil sekali kemungkinan untuk seimbang. Kalaupun ada yang seimbang maka Allah Maha Mengetahui dimana dia ditempatkan.

Semoga tulisan ini dapat memotivasi kita untuk terus mengejar bola-bola kebaikan dimana saja demi meraih piala surga.

Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Q.S. Al-Hadiid [57]: 21)

Ada yang berkata, “Kita hendaknya beribadah hanya mengharap keridaan Allah bukan pahala dan surga. Jika kita beribadah karena mengharap pahala dan surga, berarti ibadah kita tidak ikhlas karena masih mengharap pamrih.”

Selintas kalimat itu terdengar benar dan indah tetapi ternyata tidak demikian. Pahala dan surga serta keridaan Allah merupakan satu paket yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah menyuruh kita berlomba-lomba meraih piala surga. Jika kita tidak peduli dengan pahala surga sama artinya kita tidak peduli dengan perintah Allah tersebut.

Sesungguhnya (surga) ini benar-benar kemenangan yang besar. Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja” [QS. Ash shaffaat (37) :60-61]

Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga). Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya). Laknya adalah kesturi; Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba”. [Al Mutaffifin (83):26]

Untuk lebih lengkapnya bisa dibaca di buku saya yang berjudul ”ALLAH pun Taubat” bab "Kiat Masuk Surga Tanpa Mampir di Neraka". BUku bisa dipesan di nomor saya : 081806200078 / 08117200078. Harga Rp.60.000 (bebas ongkos kirim).