Kamis, 10 Februari 2011

Resensi Buku : ALLAH pun TAUBAT



Judul : ALLAH pun TAUBAT
Penulis : Muhammad Farid
Penerbit: CV Anugerah
Tebal : 220 + vi halaman
harga : Rp. 60.000,-

Kehadiran buku ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas semakin ditinggalkannya Alquran sebagai referensi atau pedoman dalam kehidupan umat islam. Banyak cendekiawan muslim atau ulama yang lebih senang mengambil referensi dari kitab-kitab lainnya ketimbang Alquran. Akibatnya, tanpa disadari, kita telah disesatkan oleh kitab-kitab tersebut. Sudah saatnya kita kembali kepada Alquran. Sebab, jika kita tidak kembali pada Alquran, setan akan senantiasa menyertai kita.

Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Alquran), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Q.S. Az Zukhruf [43]: 36)

Di buku ini, anda akan menemukan banyak sekali koreksi atas pemahaman yang telah berkembang luas di kalangan umat islam. Melalui buku ini, penulis ingin meluruskan pemahaman tersebut agar selaras dengan petunjuk yang ada dalam Alquran dan Hadis Nabi.

1. Kiat-Kiat Memahami Alquran
Bab ini menuturkan kiat-kiat atau tata krama memahami Alquran sehingga ALLAH menurunkan ilmu-Nya kepada kita.

2. Kiat Masuk Surga tanpa Mampir di Neraka
Bab ini menjelaskan kiat langsung masuk surga secara praktis, sederhana dan logis berdasarkan ayat-ayat Alquran.

3. Kematian itu Indah
Bab ini akan menggugah kesadaran kita bahwa kematian bukanlah suatu hal yang harus ditakuti. Justru kita harus menyikapi kematian sebagai sebuah pintu gerbang yang akan mengantarkannya pada sang kekasih ALLAH swt dan surga yang dirindukannya selama ini.

4. Berislam, tetapi kekal di Neraka
Barangsiapa yang banyak berbuat dosa, dimana dosanya lebih banyak dari kebaikannya, maka dia akan kekal di neraka dan tidak bisa keluar dari sana untuk selama-lamanya. (QS.2:80-81, 23:103)

5. Hidup itu Indah
Bab ini menggambarkan pribadi yang telah diselimuti kasih sayang dari ALLAH swt. Sehingga kejadian apapun yang menimpanya tidak akan membuatnya bersedih hati. Dia tidak pernah khawatir (stress) karena keyakinannya bahwa ALLAH beserta dia dimana saja dia berada.

6. Korupsi dan Zina Tidak Diampuni Allah.
Selama ini dosa syirik hanya dikaitkan dengan jin, dukun, ramalan. Padahal menurut Alquran syirik tidak hanya sebatas itu. Bab ini menerangkan hakekat syirik yang sesungguhnya.

7. Maksiat yang Mengantarkan ke Surga dan Ibadah yang Menjerumuskan ke Neraka
Maksiat seperti apa yg bisa mengantarkan ke surga? Dan bagaimana ibadah yang bisa menjerumuskan ke neraka?

8. Allah pun Taubat
Banyak orang menyangka, istilah ALLAH pun taubat hanya sebuah judul yang mengada-ada untuk menarik perhatian belaka. Padahal istilah “ALLAH tauba”t memang benar-benar ada dalam Alquran.

9. Tiga Keanehan Jilbab
Ternyata di Alquran disebutkan, ibu-ibu yang sudah berhenti haid dan tidak ingin menikah lagi, tidak wajib lagi berjilbab (QS.24:60).

10. Nabi Ibrahim pun “Kafir”
Nabi Ibrahim pun kafir kepada sesembahan selain Allah. Bab ini menerangkan dengan terang benderang istilah kafir dalam Alquran agar kita tidak mudah mengkafirkan orang lain.

11. Tujuh Kerancuan dalam Memandang Poligami
Bagaimana kita menyikapi poligami? Temukan jawabannya dalam bab ini.

12. Cara Nabi Muhammad Menghadapi Penghinaan
Bab ini akan menguraikan bagaimana seharusnya sikap kita terhadap orang yang menghina Nabi Muhammad menurut Alquran.

13. Rahasia Jepang, China, Zulkarnain, Ya'juj, dan Ma'juj dalam Alquran
Di bab ini anda akan menemukan bukti yang membangun tembok China pertamakali adalah orang islam. Selain itu dijelaskan pula siapa sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj yang ternyata sudah muncul dan bahkan pernah menguasai dunia. Dan ternyata negeri Jepang juga disebutkan dalam Alquran.

14. Mukjizat Alquran
Bab ini menerangkan empat mukjizat Alquran yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern di abad ini. Sebuah bukti kebenaran firman ALLAH yang akan menguatkan keimanan kita dan menarik perhatian orang-orang yang belum beriman kepada Alquran.

Secara keseluruhan, buku ini akan membongkar pemahaman yang mengakar di benak kita selama ini. Agar pembaca mendapat manfaat dari buku ini, maka seluruh keuntungan dari penjualan buku akan di infakkan kapada yang berhak menerimanya (fakir miskin, anak yatim dll), kecuali sekedar kebutuhan penulis dan penerbit.

ALLAH pun TAUBAT

Kita sering mengartikan istilah taubat dengan memohon ampun. Karena itu, ketika membaca judul buku saya “ALLAH pun TAUBAT”, sahabat2 pasti bertanya-tanya, bagaimana mungkin Allah memohon ampun. Mari kita kembali ke pengertian yang sesungguhnya menurut Alquran. Taubat berbeda dengan mohon ampun, seperti yang Allah tegaskan dalam Alquran,

Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih”. (QS.11:90).

Ayat yang memisahkan antara memohon ampun dan bertaubat juga bisa kita dapatkan di QS.5:74, 11:3, 11:61.

Kata taubat berasal dari bahasa Arab. Menurut kamus bahasa arab, taubat berasal dari kata taaba - yatuubu - taubatan yang artinya kembali.

Ketika kita belum mengenal dosa, kita dekat dengan Allah. Tapi setelah kita berbuat dosa, kita pun menjauhi Allah dan mendekati setan. Sehingga Allah pun menjauhi kita dan mendekati hukuman atau konsekuensi atas perbuatan dosa kita. Akibatnya kita dan Allah saling berjauhan.

Setelah kita berbuat dosa, pasti akan menemukan akibat atau konsekuensi atas perbuatan dosa kita yang memang sengaja Allah berikan agar kita kembali (taubat) kepada-Nya. Ada empat tahapan taubat :

Tahap pertama adalah tahapan awal dimana kita ingat kepada Allah. ketika musibah dan kesulitan datang, kita tergerak untuk mengadu dan berdoa kepada Allah.  Nah, ingatnya kita kepada Allah sudah dikatakan taubat (QS.13:27-28). Namun pada saat itu baru hati kita yang taubat (kembali) kepada Allah (QS.66:4) sehingga kita belum disebut taubat (kembali) dengan seutuhnya (sebenarnya). Ingatnya kita kepada Allah baru merupakan awal dari taubat kita yang sebenarnya.

Tahap kedua adalah tahap dimana Allah menerima taubat kita. Jika kita orang yang beriman kepada Allah, maka Allah akan menerima taubat (kembalinya) kita. Itulah tahap dimana “Allah menerima taubat”.

Tandanya Allah “menerima taubat” kita adalah Pertama : Allah akan menunjukkan jalan kembali (pulang) kepada kita.

"Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada Nya" (QS.Ar Ra’du 13:27)

...Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS.Asy Syuura 42:13)

Bentuknya bisa mempertemukan kita dengan orang-orang yang shaleh atau buku-buku yang baik yang bisa menuntun kita kembali kepada Allah. Tanda kedua, Allah menurunkan ketenangan dalam hati kita. Setelah kita bersimpuh memohon ampun di hadapan Allah biasanya akan turun ketenangan dalam hati kita. Itulah tanda Allah telah menerima taubat kita.

Tapi apakah cukup sampai di sini, sampai Allah menerima taubat kita? Belum, masih ada dua tahapan lagi yang harus di lalui. Seperti dijelaskan di atas, tahap awal adalah kita ingat kepada Allah, tahap kedua adalah Allah menerima taubat kita yaitu dengan menurunkan ketenangan dan menunjukkan jalan taubat (kembali).

Tahapan ketiga, adalah tahapan yang sebenarnya dimana kita menempuh jalan kembali kepada Allah yaitu dengan BERBUAT BAIK. Setelah kita berbuat baik menurut petunjuk Allah maka itulah yang disebut taubat yang sebenarnya (seutuhnya). Bukan hanya hati atau lisan saja tapi sudah diaplikasikan dalam bentuk perbuatan.

Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya”. (QS.25:71)

Inilah tahapan taubat yang paling penting yang tidak saya dapatkan di buku-buku manapun. Selama ini saya hanya tahu sampai di tahapan ke dua yaitu syarat Allah menerima taubat yaitu menyesal, memohon ampun dan berjanji tidak akan mengulangi.

Lalu apa yang terjadi setelah kita melewati tahap ke tiga yaitu berbuat baik menurut petunjuk Allah? Kita masuk ke tahap terakhir yaitu tahap dimana Allah pun “bergerak” kembali (taubat) kepada kita. Itulah yang disebut Allah pun taubat (kembali) kepada kita. Saya mencatat ada 26 ayat yang menuliskan kata “Allah taubat kepada manusia”. Salah satunya adalah :

"Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah kembali kepadanya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS.Al Maidah 5:39)

Di terjemahan umumnya kita akan mendapatkan terjemahan yang digaris bawahi sebagai berikut : “maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya”. Sebenarnya yang paling tepat menurut kaidah bahasa arab adalah : “maka sesungguhnya Allah kembali kepadanya”.

Jika anda membacanya dalam teks aslinya (bahasa arab) maka tertulis “Allah yatubu alaihi. artinya "Allah kembali kepadanya" bukan “Allah menerima taubat darinya” karena di teks aslinya tidak ada tulisan “yakbalu (menerima)”.

Tetapi, ada 4 ayat lain yang tertulis “Allah menerima taubat dari hamba-Nya”. Seperti telah diterangkan sebelumnya, ada perbedaan istilah antara “Allah taubat (kembali) kepada hamba-Nya” dengan “Allah menerima taubat dari hamba-Nya”.

Banyak yang bertanya, kalau manusia taubat (kembali) dari perbuatan dosa maka Allah taubat (kembali) dari apa? Untuk menjawab pertanyaan ini saya ingin sedikit me-review, Pada mulanya ketika kita berbuat dosa, kita menjauhi Allah dan mendekati setan, maka Allah pun menjauhi kita dan mendekati konsekuensi atau hukuman yang akan diberikan kepada kita.

Setelah kita berbuat baik, maka kita pun kembali (taubat) kepada Allah dengan taubat yang seutuhnya (sebenarnya) dan meninggalkan setan. Maka Allah pun taubat (kembali) kepada kita dan meninggalkan hukuman yang Allah berikan kepada kita. Karena taubat kita, Allah tidak jadi meneruskan hukuman tersebut.

Jadi kalau kita kembali (taubat) kepada Allah dari perbuatan dosa, maka Allah kembali (taubat) kepada kita dari menjatuhkan hukuman-Nya atas kita. Ada perbedaan antara taubatnya (kembalinya) manusia dengan taubat (kembali) nya Allah SWT. Bedanya manusia taubat (kembali) kepada Allah dengan memohon ampunan dan kasih sayang sedangkan Allah taubat (kembali) kepada manusia dengan membawa (memberi) ampunan dan kasih sayang.

Perumpamaannya taubat kita kepada Allah seperti seorang anak yang kabur dari rumah. Setelah kita ketemu masalah baru kita ingat kepada orang tua. Itulah yang disebut awal dari kembalinya kita. Namun belum disebut kembali yang sebenarnya karena badannya belum beranjak pulang. Kita pun kemudian menelpon orang tua. Mendengar suara anaknya yang memohon maaf ingin kembali, orang tua merasa iba. Mereka pun menerima permohonan maaf kita.

Karena saking senangnya orang tua mendengar anaknya kembali tidak peduli sebesar apapun masalahnya dahulu, orang tua bahkan memberikan petunjuk atau bantuan untuk bisa pulang. Setelah si anak beranjak pulang ke rumah, barulah disebut kembali yang sebenarnya. Sehingga orang tua pun menyongsong anaknya yang kembali ke pangkuan orang tuanya dengan penuh kasih sayang.

Itulah tahapan taubat yang saya fahami di Alquran. Judul buku “ALLAH pun TAUBAT” berasal dari tulisan 3 orang profesor ahli bahasa arab yaitu Prof.Dr. Quraish Shihab (mantan ketua MUI), Prof.Dr.Jalaludin Rahmat (Pakar komunikasi) dan Prof.Dr. Ahmad Thib Raya (Pembantu Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Dalam hadisnya, kita sering mendengar hadis Nabi Muhammad yang sangat terkenal, yang inti hadis tersebut adalah jika kita kembali kepada Allah sehasta (selangkah) maka Allah akan kembali kepada kita seribu hasta, jika kita kembali kepada Allah berjalan maka Allah kembali kepada kita berlari. Tidak mungkin Allah berlari-lari. Karena itu, hadis tersebut adalah sebuah perumpamaan yang menggambarkan bagaimana proses Allah kembali kepada kita.

Kita tidak akan bisa menerima penjelasan ini kalau dalam otak dan hati kita masih ada penghalang. Penghalangnya adalah persepsi kita selama ini bahwa taubat itu sama artinya dengan menyesal memohon ampun.
  
Tidak mungkin Allah memohon ampun, Maha Suci Allah dari sifat kesalahan. Maha suci Allah dari apa yang kita sifatkan. Yang benar adalah Allah kembali (bahasa arabnya : taubat) kepada kita dengan membawa setumpuk ampunan dan kasih sayang dari (meninggalkan) hukuman yang Allah ancamkan kepada kita. (Disarikan dari buku Allah pun Taubat)
  
Jika pembaca ingin mengetahui lebih dalam dan ingin berdiskusi, bisa menghubungi penulis di nomor : 081806200078 / 08117200078. Gratis tanpa mengharap imbalan kecuali sekedar mengharap rido Allah SWT. Semoga kita bisa saling menasehati dengan hak (Alquran) dan dengan kesabaran. (QS.103:3).

Ber-Islam tapi KEKAL di NERAKA


Dalam tulisan sebelumnya telah dijelaskan kita bisa langsung masuk surga tanpa lewat neraka jika kita beriman dan beramal saleh. Syaratnya, kebaikan kita harus lebih banyak dari keburukan. Lalu, bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya, keburukan kita lebih banyak dari amal kebaikan? Mari kita simak ayat berikut:

(8). Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya.(9). Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. (Q.S. Al Qaari’ah [101]: 8-9)

Allah menegaskan kembali dalam Q.S. Al-A’raf:

Dan barang siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami.” (Q.S.Al-A’raf [7]: 9)

Yang paling mengerikan adalah ayat berikut ini,

Dan barang siapa yang ringan timbangan (kebaikannya), maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam.” (Q.S. Al-Mukminuun [23] : 103)

Ayat tersebut ditujukan kepada kita. Sehingga, yang dimaksud dengan “mereka” pada ayat di atas adalah orang yang banyak berbuat keburukan atau dikuasai oleh kejahatan. Orang yang telah dikuasai oleh kejahatan akan kekal di neraka. Artinya, dia akan tinggal selamanya (abadi) dan tidak bisa keluar dari neraka. Seperti yang telah Allah tegaskan dalam Alquran:

(14). Dan sesungguhnya orang-orang yang banyak berbuat jahat (al-fujjar atau durhaka) benar-benar berada dalam neraka. (15). Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. (16). Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu. (Q.S. Al Infithaar [82]: 14-16)

Al-fujjar merupakan julukan kepada orang yang banyak berbuat kemaksiatan (kejahatan). Lawan katanya adalah al-abror, yaitu orang yang banyak berbuat kebaikan.

Jadi jelas, bagi kita yang banyak melakukan perbuatan dosa melebihi kebaikan yang dilakukan, tempat kembalinya adalah neraka. Ironisnya, kita tidak akan bisa keluar dari sana alias kekal selama-lamanya. Lantas, apa gunanya kita hidup di dunia ini jika pada akhirnya kita harus menanggung siksa neraka selama-lamanya? Karena itu perbanyaklah perbuatan baik agar kita memeperoleh kebahagiaan di dunia dan akherat.

Mengapa orang yang ringan timbangan kebaikannya kekal di neraka dan tidak bisa keluar dari sana selama-lamanya? Bukankah dia masih memiliki timbangan kebaikan? Bukankah Allah akan memperhitungkan setiap amal kebaikan kita walaupun sekecil biji zarah? Jawabannya ada pada Alquran

... Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Q.S. Huud [11]: 114)

Menurut ayat di atas, amal kebaikan kita bisa dipakai untuk menghapus keburukan yang kita perbuat. Jika kebaikan kita sangat sedikit, maka kebaikan kita tidak cukup untuk menghapus seluruh keburukan. Akibatnya, kebaikan kita habis untuk menghapus keburukan. Yang tersisa ialah keburukan. Itulah yang disebut dengan orang yang merugi.

Dalam perdagangan, orang yang rugi ialah mereka yang pemasukannya lebih sedikit dari pengeluaran. Dalam bahasan kita kali ini, orang yang rugi ialah mereka yang kebaikannya lebih sedikit daripada keburukannya. Jika tidak ada yang tersisa kecuali keburukan, wajar jika ia tidak bisa masuk surga. Dia kekal di neraka dan tidak bisa keluar dari dalamnya.

Hitungan sederhananya adalah sebagai berikut. Misalnya pahala kebaikan kita berjumlah 30 dan dosa kita berjumlah 90. Itu artinya timbangan kebaikan kita lebih ringan dari keburukan. Lalu apa yang akan terjadi? Seperti yang telah disebutkan dalam Q.S. 11 :114, amal kebaikan akan menghapus dosa. Jika keburukan 90 dikurangi pahala 30, akan tersisa keburukan 60. Sedangkan pahala atau kebaikan kita telah habis untuk menutupi dosa-dosa kita. Dengan demikian, Allah masih memperhitungkan amal kebaikan kita.

Siksaan bagi seseorang yang memiliki sisa keburukan 60, tentu akan berbeda dengan seseorang yang memiliki sisa keburukan 6 juta. tentu saja hitungan tersebut hanya adalah perumpamaan.

(162). Apakah orang yang mengikuti kerida-an Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan dari Allah dan tempatnya adalah (neraka) Jahanam? Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (163). (Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (Q.S. Ali Imran [3]: 162-163)

Meskipun demikian, sekecil apa pun sisa dosa mereka, tetap saja siksaan neraka tidak ada yang ringan. Menurut sebuah hadis Nabi yang pernah saya dengar, orang yang paling ringan siksaannya di neraka ialah orang yang kakinya dipanggang sehingga otaknya meletup karena mendidih. Di atas semua itu, yang lebih mengerikan ialah kita tidak bisa keluar dari neraka itu buat selama-lamanya.

Dalam Alquran surat 23 ayat 103, Allah menyatakan jika kebaikan kita sedikit, kita termasuk orang-orang yang merugi (bangkrut) karena kebaikan kita tidak mencukupi untuk menutupi keburukan (dosa) yang kita kerjakan. Jadilah kita sekarang tidak mempunyai sisa pahala kebaikan sedikit pun dan akan menghadap Allah dalam keadaan membawa sisa dosa dan disebut sebagai orang yang berdosa.

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa kekal di dalam azab neraka Jahanam.” (Q.S. Az-Zukhruf [43]: 74)

Kita semua pasti mempunyai dosa, lalu apakah dengan begitu kita akan kekal di neraka? Lalu siapakah yang dimaksud sebagai orang yang berdosa sehingga kekal di neraka tersebut? Ayat ini dijelaskan oleh ayat lainnya,

Sesungguhnya barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahanam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.” (Q.S. Thahaa [20]: 74)

Jadi yang dimaksud orang yang berdosa dan kekal di neraka adalah orang yang datang kepada Allah dengan membawa sisa dosa seperti yang telah disebutkan dalam Surat Almukminuun ayat 103 dan Ali Imran ayat 162-163.

Pemahaman ini sangat penting diketahui oleh umat Islam agar mereka tidak mudah berbuat dosa karena merasa telah mendapat jaminan surga. Saya pernah bertanya kepada salah seorang teman mengapa ia begitu mudahnya berbuat maksiat. Apakah ia tidak takut neraka? Ia menjawab, “Yang penting kita tetap beragama Islam. Orang Islam kan dijamin masuk surga walau harus mampir ke neraka dahulu untuk membersihkan dosa-dosa. Kita bukan nabi jadi tidak lepas dari dosa. Akan tetapi kita tidak selamanya di neraka. Sebesar apa pun dosa, pada akhirnya kita pasti akan diangkat ke surga.”

Rupanya dia merasa mau tidak mau pasti mampir dahulu ke neraka untuk membersihkan dosa-dosanya dan kemudian diangkat ke surga yang kekal. Akibatnya neraka menjadi sesuatu hal yang biasa. Banyak di antara umat Islam yang mempunyai keyakinan pasti masuk neraka karena sebagai manusia biasa tidak akan bisa luput dari dosa. Namun, sebesar apa pun dosanya, mereka juga yakin pada akhirnya akan masuk surga juga asalkan tetap beragama Islam. Pemahaman inilah yang menyebabkan mereka tidak takut lagi pada neraka dan karena itu tidak takut berbuat maksiat. Pokoknya yang penting tetap beragama Islam.

Jika hanya mengucapkan tiada Tuhan selain Allah lantas masuk surga, tentu Fir’aun juga masuk surga karena sebelum matinya ia sempat mengucapkan syahadat. Seperti yang tertera dalam Alquran,

Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka). Hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: ‘Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang Islam.” (Q.S. Yunus [10]: 90)

Jadi, menurut Alquran, seseorang masuk surga bukan karena mengucapkan tiada Tuhan selain Allah semata, melainkan mesti dibuktikan dengan keteguhan (istikamah) dalam menghadapi berbagai cobaan atau ujian dari Allah swt.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Kapankah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Q.S.Al-Baqarah [2]: 214)

Ucapan Fir’aun yang mengakui tiada Tuhan selain Allah tidak diterima karena ia tidak mempunyai waktu lagi untuk membuktikan keimanannya.

Jadi, jelas, mengucap syahadat saja tidak cukup untuk meraih surga. Selama ini saya pun terkadang ringan melakukan dosa karena merasa telah menggenggam jaminan surga walau harus membersihkan dosa terlebih dahulu di neraka. Kini saya sadari bahwa itu keliru. Ternyata pemahaman seperti itu pernah muncul pada jaman Nabi Muhammad saw., tapi dibantah oleh Allah melalui firman-Nya dalam Alquran.

(80). Dan mereka berkata,’”Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja”.’Katakanlah, “Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (81). (Bukan demikian), yang benar: Barang siapa berbuat dosa & ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 80-81)

Bagi kita yang sudah terlalu banyak berbuat dosa, jangan putus harapan. Selagi nafas masih dikandung badan, Allah menyediakan dua fasilitas berupa maghfirah (ampunan) yang besar dan kaffarah (tutupan) yg akan menghapus seluruh dosa-dosa kita, tidak peduli sebesar apa dosa itu. Syaratnya hanya dua: memohon ampun dan bertaubat. Kita tidak cukup hanya memohon ampun, tetapi mesti bertaubat. Ada perbedaan antara mohon ampun dengan taubat. Untuk lebih jelasnya, silakan baca buku saya yang berjudul Allah pun Taubat.

Mari kita pergunakan kesempatan yang masih tersisa ini. Jangan menunda taubat karena kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput. Jika malaikat maut datang menjemput sementara kita belum sempat bertaubat, yg tersisa ialah penyesalan. Sebuah penyesalan yg sangat besar karena kita akan memasuki api neraka untuk selama-lamanya.

(dikutip dari buku ALLAH pun TAUBAT)

Kiat Masuk Surga Tanpa Mampir di Neraka


Ada sebuah kabar gembira dari Allah swt. yg harus saya sampaikan. Kabar gembira tersebut adalah:

Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka dia berada dalam kehidupan yang diridai.” (Q.S. Al Qoriah: 6-7)

Di manakah kehidupan yang diridai tersebut? Dalam Alquran diterangkan bahwa kehidupan yang diridai adalah surga.

(21). Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai. (22). Dalam surga yang tinggi. (Q.S. Al-Haqqah [69]: 21-22)

Kemudian Allah mengulangi kembali pesan atau kabar gembira ini.

Timbangan pada hari itu ialah kebenaran. Maka barang siapa berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 8)

Sedemikian pentingnya pesan ini hingga Allah swt. mengulanginya sebanyak 3 kali.

Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Mukminun [23]: 102)

Lebih jelasnya, dalam Surat Al-Mujaadilah (58) ayat 22, Allah menyediakan surga bagi orang-orang yang diridai-Nya sehingga mereka termasuk golongan orang-orang yang beruntung.

“...Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa rida terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itu adalah golongan yang beruntung.” (Al-Mujaadilah [58]: 22)

Dalam perdagangan, orang yang beruntung ialah mereka yang pemasukannya lebih banyak dari pengeluaran. Dalam bahasan kita kali ini, orang yang beruntung ialah orang yang lebih banyak kebaikan daripada keburukannya. Jika seseorang harus masuk ke neraka dulu untuk membakar dosa-dosanya, tentu ia tidak bisa dikatakan sebagai orang yang diridai Allah dan beruntung.

Jadi, kabar gembiranya ialah ternyata tidak hanya para nabi yang bisa langsung masuk surga. Kita pun bisa langsung masuk surga tanpa harus mampir ke neraka asalkan kebaikan (pahala) lebih banyak dari keburukan (dosa).

Namun, kemudian muncul sebuah pertanyaan, bukankah orang yang berat timbangan kebaikannya tetap saja masih mempunyai dosa yang harus dipertanggung-jawabkan walaupun sedikit? Jawabannya ada pada Alquran,

(Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan. Itulah hari ditampakkan kesalahan-kesalahan. Dan barang siapa yg beriman kepada Allah dan beramal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.S. At Taghabun [64]: 9)

Allah akan menutupi kesalahan-kesalahan kita karena keimanan serta amal saleh yang kita kerjakan. Jadi, bukan dimasukkan ke neraka dahulu untuk membersihkan dosa-dosa baru kemudian masuk surga. Semua orang mempunyai kesalahan tetapi orang yang beriman dan beramal saleh tidak akan diseret ke neraka karena mereka telah dibersihkan dari dosa.

"Maka mereka mendustakannya, karena itu mereka akan diseret (ke neraka). Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa)." (Q.S. As Shaffat [37]: 127-128)

Menurut ayat tersebut, dosa tidak dibersihkan di neraka. Orang yang beranggapan bahwa semua orang akan masuk neraka untuk membersihkan dan mempertanggungjawabkan dosanya, mendasarkan pendapatnya pada Alquran surat Maryam,

Dan tidak ada seorang pun dari kamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Q.S. Maryam [19]: 71)

Padahal jika mereka teliti, ada pengecualian di ayat berikutnya yaitu ayat 72,

Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (Q.S.Maryam [19]: 72)

Yang dimaksud “kamu” pada Surat Maryam ayat 71 bukan semua manusia karena ada pengecualian bagi orang-orang yang dibersihkan Allah. Penjelasan ayat tersebut ada di ayat lainnya,

" Sesungguhnya kamu pasti akan merasakan azab yang pedih. Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan, Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu,Yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan,Di dalam surga-surga yang penuh kenikmatan." (Q.S.Ash Shaffaat [37]: 38-43)

Jadi, dosa tidak dibersihkan di neraka. Lalu, dengan apa Allah membersihkan kita dari dosa? Allah akan menghapus dosa dengan kebaikan yang pernah kita kerjakan asalkan kebaikan lebih banyak dari keburukan sehingga mencukupi untuk menghapus semua dosa tersebut.

“....Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Q.S. Huud [11]: 114)

Misalnya kita mempunyai timbangan kebaikan 70 dan timbangan keburukan 20. Maka, keburukan kita akan dihapus oleh kebaikan yang kita miliki. Dosa 20 dikurangi pahala 70. Hasilnya tidak ada lagi sisa dosa, sedangkan sisa pahala tinggal 50. Jadilah kita sekarang bersih dari dosa dan masih memiliki tabungan 50 kebaikan. Dengan begitu wajarlah jika kita bisa langsung masuk surga tanpa harus terjerumus ke neraka karena kita tidak memiliki sisa keburukan sedikit pun.

Kenikmatan surga bagi orang yang punya sisa pahala 50 akan berbeda dengan seseorang yang mempunyai sisa pahala 5.000. Bisa jadi mereka tinggal di surga yang sama, namun rasa atau kenikmatannya berbeda-beda. Seperti halnya kita tinggal di bumi yang sama namun masing-masing merasakan kenikmatan yang berbeda-beda.

Di sebuah rumah makan, beberapa orang menyantap hidangan yang sama tetapi setiap orang merasakan kenikmatan yang berbeda. Ada yang kepedasan, keasinan dan ada pula yang kemanisan. Ada orang yang tinggal di rumah mewah tapi tidak bahagia karena tidak bersyukur. Namun, ada orang yang tinggal di rumah yang sederhana dan bahagia karena pandai bersyukur. Setiap orang mempunyai derajat yang berbeda-beda di dunia dan akhirat sesuai dengan amal salehnya.

Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (sesuai) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (Al-An’am [6]: 132)

Allah telah menyediakan empat surga bukan tujuh seperti yang kita pahami selama ini.

(46). Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.
(62). Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi. (Q.S. Ar Rahman [55]: 46 dan 62)

Ada yang bertanya, bagaimana jika timbangannya seimbang? Kebaikan dan keburukannya sama banyaknya. Jawabnya, Allah tidak akan memungkinkannya karena tidak ada keterangan dalam Alquran dan Hadis. Selain itu, dari berjuta kejadian yang kita alami dari lahir hingga meninggal dunia, kecil sekali kemungkinan untuk seimbang. Kalaupun ada yang seimbang maka Allah Maha Mengetahui dimana dia ditempatkan.

Semoga tulisan ini dapat memotivasi kita untuk terus mengejar bola-bola kebaikan dimana saja demi meraih piala surga.

Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Q.S. Al-Hadiid [57]: 21)

Ada yang berkata, “Kita hendaknya beribadah hanya mengharap keridaan Allah bukan pahala dan surga. Jika kita beribadah karena mengharap pahala dan surga, berarti ibadah kita tidak ikhlas karena masih mengharap pamrih.”

Selintas kalimat itu terdengar benar dan indah tetapi ternyata tidak demikian. Pahala dan surga serta keridaan Allah merupakan satu paket yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah menyuruh kita berlomba-lomba meraih piala surga. Jika kita tidak peduli dengan pahala surga sama artinya kita tidak peduli dengan perintah Allah tersebut.

Sesungguhnya (surga) ini benar-benar kemenangan yang besar. Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja” [QS. Ash shaffaat (37) :60-61]

Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga). Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya). Laknya adalah kesturi; Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba”. [Al Mutaffifin (83):26]

Untuk lebih lengkapnya bisa dibaca di buku saya yang berjudul ”ALLAH pun Taubat” bab "Kiat Masuk Surga Tanpa Mampir di Neraka". BUku bisa dipesan di nomor saya : 081806200078 / 08117200078. Harga Rp.60.000 (bebas ongkos kirim).

Kerancuan dalam memandang poligami

Ada seorang ustadz bertanya kepada jemaah pengajiannya, “Ibu-ibu setuju tidak dengan poligami?” Spontan ibu-ibu menjawab, “Tidaaaaak!” Salah seorang di antara para ibu itu kemudian nyeletuk, “Mana ada perempuan yang mau dipoligami!”.

Dan ustadz itu pun berkata, “Lo, poligami itu bagian dari syariat Islam. Kalau ibu-ibu tidak setuju, berarti ibu-ibu menolak syariat Islam”. Ucapan itu dilanjutkan dengan berbagai peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang tidak setuju dengan hukum Allah.

Bagi saya, pertanyaan “setuju atau tidak dengan poligami” sangat rancu atau bias. Sebab, kalimat ini merupakan pertanyaan bersayap yang menimbulkan berbagai penafsiran sehingga membutuhkan keterangan lebih lanjut.

Jika yang dimaksud setuju dengan poligami adalah setuju dipoligami atau dimadu, tidak ada perempuan yang mau atau setuju dimadu. Kalaupun ada perempuan yang mau dimadu, itu karena ada kondisi tertentu yang membuat mereka mengambil keputusan tersebut.

Saya yakin ketika menikah mereka tidak punya keinginan untuk berbagi suami. Karena itu, jawaban menolak dipoligami (dimadu) ialah jawaban yang wajar. Jika para suami boleh mengajukan poligami, Ternyata di Alquran, para istri juga diperbolehkan mengajukan negosiasi. Jika negosiasi atau musyawarah ini tidak berhasil, sang istri boleh memilih bercerai. Keputusan mereka untuk memilih bercerai daripada dimadu tentu sah-sah saja dan tidak bisa dianggap sebagai menyalahi syariat. Sebab itu, bersedia atau tidaknya seorang istri untuk dimadu tidak bisa dikaitkan dengan kualitas keimanan atau kesabaran mereka.

Lantas, Jika yang dimaksud setuju dengan poligami ialah setuju dengan adanya praktek poligami, jawabannya ialah poligami adalah mubah (boleh). Kita tidak bisa melarang atau mengharamkan praktek poligami hanya karena kita tidak mau dimadu. Sebab, pada kenyataannya, ada perempuan yang bersedia dimadu walaupun mungkin hati kecilnya tidak rela.

Hukum poligami hampir mirip dengan perceraian. Misalkan ada pertanyaan : “Apakah ibu-ibu setuju perceraian?” Jika yang dimaksud pertanyaan itu adalah setuju dicerai, tidak ada seorang perempuan pun di awal pernikahannya yang punya keinginan untuk dicerai. Kalaupun dalam perjalanan pernikahannya ada perempuan yang ingin bercerai, itu karena kondisi tertentu yang membuatnya mengambil keputusan tersebut.

Jika yang dimaksud pertanyaan tersebut adalah apakah setuju dengan adanya praktek perceraian, jawabannya ialah kita tidak bisa melarang atau mengharamkan perceraian karena perceraian adalah hal yang boleh ditempuh ketika sudah tidak ada titik temu antara suami dan istri.

Jadi, jika ada perempuan yang mengatakan “saya tidak setuju poligami”, harus diperjelas lebih dahulu apakah maksud pernyataannya tersebut adalah “tidak setuju dipoligami” atau “tidak setuju dengan adanya praktek poligami”.

Semoga kita tidak bertindak gegabah seperti halnya penganut agama lain yang membuat peraturan baru (bid’ah) dengan mengharamkan perceraian karena melihat perceraian sebagai sesuatu yang negatif. Buruk atau tidaknya perceraian sangat tergantung dari kondisi. Jika sang suami berkelakuan sangat buruk dan tidak bisa berubah lagi, bisa jadi perceraian adalah jalan terbaik.

Begitu pula dengan poligami. Kita tidak bisa mengharamkan poligami hanya karena menganggap poligami sebagai sesuatu yang tampak buruk. Baik atau tidaknya poligami juga tergantung dari kondisi.

Jika para suami merasa mampu berbuat adil maka para ibu boleh mengingatkan suaminya akan ayat ini : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri-(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian....” (QS.4:129). Tapi ayat ini bukan menjadi larangan untuk poligami. Hanya sebuah peringatan bahwa adil yang dimaksud dalam poligami bukan berdasarkan pada subjektifitas suami. Yang merasakan adil atau tidaknya adalah sang istri. Karena itu sang istri diperbolehkan mengajukan negosiasi untuk menentukan dimana letak keadilan tersebut. Jika negosiasi tidak berhasil, sang istri boleh memilih opsi perceraian.

Perceraian bukanlah perbuatan yang dibenci oleh Allah jika dilakukan dengan baik-baik. Para istri jangan takut setelah bercerai tidak mendapat rizki karena setelah perceraian itu Allah akan memberikan karunia-Nya. “Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing mereka dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Mahabijaksana.” (Q.S. An Nisaa [4]: 130). Tinggal sang suami berpikir mau maju terus atau mundur.

Ada yang berpendapat bahwa jaman sekarang wanita lebih banyak dari laki-laki. Padahal dalam Alquran (ayat kauliyah) dikatakan bahwa : “Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan.” (Q.S. An Naba’ [78]: 8). Dan ternyata menurut data BPS tahun 2005 (ayat kauniyah) jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Indonesia mempunyai perbandingan yang sama yaitu 1:1.

Dan masih ada kerancuan-kerancuan lainnya dalam memandang poligami. Untuk lebih lengkapnya bisa dibaca di buku saya yang berjudul ”ALLAH pun Taubat” bab ”7 Kerancuan dalam memandang poligami”.

Shalat Khusyuk itu Mudah


Aku berlindung kepada ALLAH dari godaan setan yang terkutuk
Dengan nama ALLAH yang Maha Pengasih lagi Penyayang.

ALLAH mengatakan, shalat mampu membuat kita tenang dan tentram. Selain itu shalat juga mampu mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar. Jika kita belum bisa merasakan manfaat tersebut berarti ada yang ”salah” dengan shalat kita selama ini. Mungkin selama ini kita beranggapan, dengan shalat kita telah berbuat baik kepada ALLAH, padahal ALLAH menurunkan perintah shalat untuk manusia itu sendiri. ALLAH tidak membutuhkan shalat kita. Sudahkah shalat kita selama ini membawa pengaruh pada aktifitas dan kehidupan kita. Jika belum, maka sudah saatnya kita melakukan evaluasi terhadap shalat kita selama ini.

Masalahnya banyak diantara kita yang merasa shalat khusuk itu sulit. Dalam Alquran, ada 4 kiat shalat khusyuk. Tapi saya tidak akan menunjukkan ayat-ayatnya. Karena ini adalah ayat-ayat mutasyabihat. Terlalu panjang jika saya harus membahasnya disini. Agar lebih efektif saya akan langsung membahasnya pada tataran praktek. Jika ingin mengetahui ayat-ayatnya silahkan bersabar karena Insya ALLAH saya akan mengikat ilmu ini di buku saya yang ke-4. Insya ALLAH.

Kiat khusyuk pada tingkat pertama menurut Alquran, adalah dengan konsentrasi mengingat ALLAH. Di alquran dituliskan, ini adalah cara yang ”paling berat”. Inilah yang sering diajarkan pada kita selama ini. Cara yang kedua adalah dengan meminta tolong kepada ALLAH. Biasanya kita akan khusyuk jika kita sedang dililit masalah dan kita minta dengan sangat agar ALLAH menolong kita. Jika cara yang pertama disebutkan ”paling berat”, maka cara yang kedua ini menurut Alquran tingkat kesulitannya turun menjadi sekedar ”berat” saja. Kita tidak akan membahas yang susah. Kita cari yang mudah saja.

Menurut ALLAH dalam Alquran, Jika ingin cara yang mudah, maka kita pakai cara yang ke-3. Caranya dengan menyadari bahwa ketika shalat kita sesungguhnya sedang berhadapan dengan ALLAH Sang Penguasa Alam semesta. Dengan kesadaran itu, hati kita akan tunduk (khyusuk). Disinilah arti pentingnya sebuah niat dalam shalat. Sebelum takbiratul ihram, kita harus tanamkan niat dalam diri kita bahwa kita akan dan sedang menghadap ALLAH swt. Jika niat dan kesadaran ini terlewatkan, kita tidak akan mampu untuk kyusuk. Karena itu kita disunahkan untuk membaca ”inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamaawaati wal ard haniifa wama ana minal musyrikin” artinya ” Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS.6:79).

Kini kita masuk pada cara yang ke-4. Sebuah cara yang menurut saya ”paling mudah”. Kenapa paling mudah? Karena menurut Alquran, dengan cara ini kita bukan berusaha untuk khyusuk tapi ALLAH yang akan menurunkan rasa khusyuk dalam diri kita. Caranya dengan mengambalikan seluruh ”milik kita” kepada ALLAH swt. Dalam Alquran disebut dengan istilah ”sabar”. Pada saat itu, kita serahkan jiwa, raga, harta dan keluarga pada ALLAH. Kita ikut apapun kehendak ALLAH. Karena itu pada saat shalat kita disunahkan untuk membaca ”inna shalaati wa nusuuki wamahyaaya wa mamaati lillahi rabbil ’alamiin” artinya ”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS.6:162).

Katakan pada ALLAH (dalam hati) : Ya ALLAH, kuserahkan seluruh hidup dan matiku untuk-Mu. Jiwa dan ragaku untuk-Mu. Kukembalikan seluruh harta dan keluarga kepada-Mu. Aku ikhlas atas semua kehendak-Mu padaku. Apapun kejadian dan musibah yang menimpa diriku, aku ikhlas ya ALLAH, aku ridha. Yang penting jangan Engkau berpaling dariku”.

Mari kita praktek : Ingatlah sebuah musibah atau kejadian yang membuat kita sedih atau marah. Misalkan, ada barang kesayangan yang hilang atau keluarga yang meninggal. Katakan pada ALLAH : Ya ALLAH, jika ini memang kehendak-Mu, aku ikhlas ya ALLAH, aku rela. Tidak ada sedikitpun dalam diriku rasa berat melepaskan semua itu. Karena semua itu milik-Mu. Aku kembalikan semuanya kepada-Mu. Bahkan bila saat ini Engkau menginginkan ruh ini kembali pada-Mu. Aku ikhlas menyerahkannya pada-Mu saat ini juga.

Rasakan... apakah ada kesejukan yang mengalir dalam hati kita? Jika ada, itulah kekhusyukan yang ALLAH alirkan dalam diri kita. Jika belum terasa, mungkin kita belum sepenuh hati menyerahkan semuanya kepada ALLAH.

Jika kita sudah ”mau” berkata dan berlaku seperti itu, maka menurut Alquran, ALLAH akan menurunkan kekhusyukan dalam diri kita. Shalat jadi nikmat. Durasi khyusuk bisa menjadi panjang. Bahkan setelah shalat pun, hati kita akan berdesir mendengar nama ALLAH disebut. Dada kita akan begetar mendengar lantunan ayat-ayat ALLAH.

Dalam ayat lain disebutkan, jika kita ”mau” bersikap demikian maka ALLAH akan ”memakai” jiwa dan raga kita untuk melaksanakan kehendak-Nya di muka bumi. Di ayat lain diterangkan, orang yang seperti itulah yang disebut sebagai waliyullah (walinya ALLAH).

Dampaknya, kita akan menjadi lebih bersemangat dan kreatif. Diterangkan pula dalam Alquran, kemampuan kita akan bertambah menjadi 2 sampai 10 kali lipat dibandingkan biasanya. Kita tidak akan pernah takut dan khawatir kepada siapapun karena yakin ALLAH bersama kita. Tenang dalam bersikap dan jernih dalam berfikir. Hati jadi lapang. Tidak ada dengki, tidak ada stres. Hidupnya akan penuh dengan cahaya.

Oh ya, jika kita belum bisa pasrah sepenuhnya kepada ALLAH, jangan khawatir. Ada sebuah kiat pamungkas dari ALLAH dalam Alquran. Kata ALLAH, kita tidak akan bisa sabar atau pasrah kepada ALLAH jika tidak ditolong oleh-Nya. Karena itu di ayat lain ada kiat agar kita mendapat pertolongan dari ALLAH yaitu dengan berdoa memohon kepada ALLAH. Dalam Alquran, ALLAH mengajarkan sebuah doa yang bagus sekali : ”Ya ALLAH tanamkan dalam diri kami kesabaran, Ajari kami untuk bisa selalu ingat kepada-Mu. Ajari kami untuk bisa senantiasa bersyukur atas nikmat yang Engkau berikan kepada kami. Tuntun kami untuk bisa beribadah dan beramal sholeh dengan baik dan benar sesuai dengan yang Engkau ridai”.

Semoga tulisan ini bisa senantiasa mengingatkan kita terutama saya, karena saya pun terkadang lupa dengan hal ini. Saya ingin mencontoh Nabi Muhammad saw. Bukan bermaksud sombong tapi hanya sekedar testimoni akan kebenaran ayat Alquran : Secara bertahap saya belajar shalat malam dengan membaca 1 juz Alquran. Durasinya biasanya 1 jam. Dengan memakai kiat dari Alquran tersebut, 1 jam berlalu tanpa terasa. Dampaknya, setelah shalat subuh, saya alhamdulillah bisa memahami Alquran dengan jernih dan terang. Seakan-akan ALLAH menanamkan Alquran dalam dada kita.

Mungkin masing-masing dari kita mempunyai pengalaman dan rasa yang berbeda-beda. Sehingga kita bisa saling berbagi.

Walhamdulillahi rabbil ’alamin.